Dunia penuh kompetisi, karenanya lahirkan banyak pemenang. Tak ada penghargaan seikonik seperti terjadi di dunia film. Oscar namanya!
Bersaing adalah naluri manusia. Dunia penuh kompetisi dalam upaya manusia menunjukkan prestasi terbaiknya.
Resminya disebut “Academy Awards,” orang juga terbiasa menyebutnya "The Oscar," "Oscars" atau “Oscar” saja, boleh jadi merupakan trofi paling ikonik atas penghargaan terbaik sebuah kompetisi. Bahkan piala di kejuaraan olah raga, bidang paling kompetitif yang terlihat secara kasat mata dan diikuti jutaan orang sedunia, tak seterkenal nama “Oscar.” Inilah ajang tahunan yang liputan medianya bisa diketahui masyarakat dari lebih dari 200 negara.
Ajang Oscar, diselenggarakan Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS), memberi pengakuan atas pencapaian tertinggi sinematik di industri film Amerika Serikat melalui pemberian suara oleh ratusan juri anggota Academy.
Terdiri dari sejumlah kategori, pemenangnya mendapat piala berbentuk patung tubuh manusia telanjang keemasan dengan wajah tanpa ekspresi. Itulah piala yang resminya disebut Academy Award of Merit.
Penghargaan Oscar pertama kali diselenggarakan pada 16 Mei 1928, atau 87 tahun lalu, di Hollywood Roosevelt Hotel. Aktor Terbaik pertama adalah Emil Jannings atas perannya dalam dua film, The Last Command dan The Way of All Flesh, disiarkan melalui radio pada 1930, dan melalui televisi mulai 1953. Acara itu berlangsung hanya 15 menit, tergolong amat sederhana untuk ukuran kini. Sebagai sebuah pesta, kini Oscar dianggap pesta penghargaan paling mewah dan paling glamor, dihadiri para bintang dan sineas paling terkenal di seluruh dunia.
Sebagai pemberian penghargaan tertua di bidang hiburan, Oscar di kemudian hari menginspirasi pesta penghargaan lainnya: Emmy Awards untuk televisi, Tony Awards untuk teater, Grammy Awards untuk musik dan rekaman. Semuanya mengadaptasi Academy Awards sebagai modelnya.
Penghargaan Oscar tahun ini, untuk yang ke-89 kalinya, digelar pada 26 Februari 2017 di Dolby Theatre, dipandu pembawa acara senior dari stasiun televisi ABC, Jimmy Kimmel.
Oscar, Ajang Bermuatan Politis
Sebagai ajang dengan liputan media amat luas, sepanjang sejarahnya, Oscar sering “disusupi” pesan bermuatan politis.
Orang kini mulai menduga-duga, di malam Oscar pada 26 Februari nanti, siapa menggunakan kesempatan itu. Misalnya, siapa akan menyuarakan anti-kebijakan imigrasi yang diberlakukan presiden baru AS, Donald Trump. Setidaknya aktris Meryl Streep yang terakhir memenagngi Oscar dalam The Iron Lady mengungkapkannya pada Golden Globes 2017, 9 Januari lalu, saat ia menerima Cecil B DeMill, penghargaan atas kontribusinya bagi seni peran dan perkembangan film dunia.
Tentu, yang paling banyak dikenang adalah gelaran Oscar 1973. Saat itu aktor Marlon Brando menolak penghargaan Aktor Terbaik atas perannya dalam The Godfather. Ia sendiri tetap tinggal di rumah, menyaksikannya di televisi sambil makan burger di kamar tidur. Ia mengutus perempuan bernama Sacheen Littlefeather untuk naik ke panggung, berpidato tentang keadilan bagi masyarakat Indian, penduduk asli Amerika, dalam industri film.
Insiden Sacheen Littlefeather dianggap momen klasik hingga kini. Sejak itu, tiap pemenang yang naik ke panggung Oscar dibatasi waktunya hanya 45 detik, untuk kemudian musik latar mengalun makin keras.
Meski begitu, sejumlah insiden menyuarakan pesan politis tetap terjadi, meski 45 detik saja yang tersedia. Leonardo DiCaprio menggunakan kesempatan itu pada 2016. Ia menyuarakan sikapnya tentang perubahan iklim saat menerima Oscar pertamanya, sebagai Aktor Terbaik dalam The Revenant.
Almarhum Roger Ebert, salah satu kritikus terbesar yang pernah ada mengungkapkan, film adalah "mesin penghasil empati." Film yang baik adalah jika penonton bisa terhubung dengan jiwa karakter dalam film. Itu sebabnya, film tak perlu "politik" untuk mendapatkan pengalaman moral. Tapi di luar film itu sendiri, sineas mungkin perlu menyuarakan pandangan. Hollywood melakukannya agar mereka tak dicap sebagai orang-orang kaya dari koloni narcistis dan hanya bisa pamer keberuntungan belaka.
Apakah ajang Oscar 2017 akan jadi mimbar protes kebijakan Presiden Donald Trump? Kita tunggu, nanti!