Ia punya semua atribut terkait Hollywood, tapi tak peduli ketenaran, uang, dan menentang konsep “selebritas” yang dibangun Hollywood. Jika merasa kenal Joseph Gordon-Levitt, saatnya Anda berpikir ulang!
Pada pukul 7 pagi, 7-08-1974, sekumpulan orang di jalanan New York mendongak dan terpana ketika seorang pria meniti seutas kabel baja dari sisi tertinggi gedung WTC di Utara hingga ke gedung WTC di Selatan. Tanpa alat pengaman apa pun. Dari ketinggian lebih dari 420 meter! Dunia kemudian mengenal pria nekat asal Prancis bernama Philippe Petit itu sebagai si Manusia Kabel, pria petualang dari satu pencakar langit ke pencakar langit berikutnya, tak peduli tiap kali polisi bersiap menangkapnya.
The Walk (garapan Robert Zemeckis - 2015), biopik Petit yang bikin lutut penonton gemetaran itu diperani amat mengesankan oleh Joseph Gordon-Levitt. Saat melatih Joseph, Petit berucap, “Dia hanya perlu delapan hari untuk berlatih.” Benar! Hanya delapan hari bagi Joseph untuk berlatih sebelum pengambilan gambar dan bikin penonton merasakan sensasi meniti kabel dari ketinggian gedung.
Joseph berbakat main akrobat? Sesungguhnya, ia tak hanya berbakat akrobatik, atau kembali memerani sosok terkenal seperti dalam biopik garapan Oliver Stone: Snowden (2016). Ia punya segudang bakat!
Pewaris “darah biru” Hollywood
Namanya berasal dari gabungan ibu dan ayahnya, Jane Gordon dan Dennis Levitt, dalam tubuh Joseph mengalir “darah biru” Hollywood. Semasa muda kedua orangtuanya bertemu karena sama-sama aktivis sosial dan kemudian bekerja di stasiun radio. Kakek dari garis sang ibu adalah Michael Gordon, sutradara pembesut film-film yang kemudian jadi klasik seperti Cyrano de Bergerac (1950), Pillow Talk (1959), Portrait in Black (1960), dan banyak lagi. Karena peristiwa politik di tahun 1960-an, sang kakek harus berhenti berkreasi.
Meski cucu sutradara ternama, Joseph tak begitu saja mendapat tiket gratis memasuki dunia film. Semasa TK ia berakting dalam pementasan drama. Lewat audisi, di usia enam tahun ia mulai membintangi film televisi, di antaranya Stranger on My Land.
Perannya dalam layar lebar A River Runs Through It (1992), kisah nyata penulis Norman Maclean yang dibesut Robert Redford dinilai amat penting. Dalam film peraih Oscar untuk Sinematografi Terbaik yang dibintangi Brad Pitt itu, Joseph memerani karakter Norman semasa anak-anak, yang ketika dewasa karakternya diperani Craig Sheffer.
Lewat perannya dalam seri televisi 3rd Rock from the Sun (1996), ia dua kali meraih Hollywood Reporter Young Star Awards dan tiga kali dinominasi untuk kategori Outstanding Peformance by an Ensemble in a Comedy Series di ajang Screen Actors Guild Award.
Sebagai remaja, pada kurun waktu 1990-an, ia berperan di Angels in the Outfield (1994), The Juror (1996), Halloween H20: 20 Years Later (1998), juga 10 Things I Hate About You (1999). Pada 2000-an, perannya makin matang lewat film independen seperti Manic (2001), Mysterious Skin (2004), Brick (2005), Shadowboxer (2005), The Lookout (2007), Killshot (2008), dan Stop-Loss (2008).
Dinominasikan di Golden Globe lewat 500 Days of Summer (2009), dibicarakan kritikus dalam Hesher (2010), dan ikut berperan dalam film yang dibicarakan semua orang, Inception (2010). Kritikus memuji debut penyutradaraannya, yang peran utama dan skenarionya juga ia mainkan dan tulis sendiri dalam Don Jon (2013), di mana ia dinominasikan dalam Independent Spirit Award untuk Skenario Terbaik.
Apa yang diharapkan dari sebuah proyek film? “Sukses tak penting bagiku, tak juga kekuasaan maupun uang. Jika naskahnya bagus, saya mau. Sesederhana itu,” ungkapnya.
Meski lahir dan memiliki “darah biru Hollywood,” telah bekerja di depan kamera sejak bocah, bersahabat dengan nama-nama populer macam Channing Tatum, David Krumholtz, Leonardo DiCaprio, Zooey Deschanel, Anne Hathaway, Emily Blunt, dan Scarlett Johansson, ia tak silau segala atribut Hollywood yang disandangnya. Ia tak merasa sebagai selebritas dan tak ingin diperlakukan seperti industri dan masyarakat memperlakukan selebritas. Ia bahkan menentang konsep selebritas yang dibangun Hollywood dan industri hiburan.
“Hollywood keliru memperlakukan seniman. Perlakuan mereka berlebihan, sehingga seniman jadi lebay. Yang layak diperlakukan istimewa macam itu hanya para ratu,” katanya.
Minatnya pada segala macam seni dan ingin mengangkat derajat seniman amatir membuatnya mendirikan hitRECord, rumah produksi tempat para seniman amatir bisa berkolaborasi. Dan tentu, menghidupkan kreativitas sambil menghasilkan uang!
“Hal terjahat yang bisa kau lakukan sebagai seniman adalah menginsipirasi orang lain menjadi kreatif,” kata Joseph, yang saat ini sedang terlibat dalam produksi film drama komedi musikal.
I think there is something beautiful in reveling in sadness. The proof is how beautiful sad song can be.
HitRECord (hitrecord.org) tak hanya menghimpun aktris dan aktor, tapi juga musisi, penari, penulis, penyair, pelukis, atau seniman apa pun yang mau bergabung, termasuk seniman jalanan.
Dari rumah produksi berbasis komunitas ini, di mana ia pendiri sekaligus menjadi pimpinan perusahaan, telah menghasilkan film (di antaranya dibawa ke Festival Sundance dan TIFF), acara televisi ("HitRecord on TV!" di mana Joseph jadi host-nya), penerbitan buku, dan berbagai produk kerajinan seni lain, termasuk tur musik. Lewat toko online, store.hotrecord.org, mereka menjual album rekaman, buku, T-shirt dan hoodie, dan berbagai pernak-pernik hasil kreasi seniman yang bergabung dari seluruh dunia, yang jumlahnya kini lebih dari 300.000 orang.
Yang dilakukan Colin Farrell dengan yayasan bagi penderita angelman syndrome theurapeutic adalah hal luar biasa; yang dilakukan Leonardo DiCaprio dengan gerakan perubahan iklimnya adalah luar biasa; sama hebat dan luar biasanya dengan yang dilakukan Joseph, dengan caranya yang berbeda!