Sepasang kekasih yang berlayar dan mengalami badai terbesar dalam sejarah, versi nyatanya justru lebih mengerikan dari filmnya. Seberapa akurat film ini? Inilah fakta dan segala fantasinya!
Di antara gegap-gempita Mission: Impossible – Fallout dan Mama Mia!: Here We Go Again, drama petualangan Adrift, yang kini juga ditayangkan di bioskop Tanah Air, sesungguhnya menggoda untuk ditonton. Pilihan yang tak salah untuk dinikmati di akhir pekan bersama orang tersayang.
Adrift dibesut Baltasar Kormákur, berdasar memoar Tami Oldham Ashcraft, Red Sky in Mourning: A True Story of Love, Loss and Survival at Sea yang terbit pada 2002. Berlatar 1983, film ini diperani Shailene Woodley dan Sam Claflin, mengisahkan sepasang kekasih, Tami dan Richard Sharp, yang berlayar menggunakan kapal pesiar bernama Hazana, dari Tahiti ke San Diego. Sialnya, mereka memasuki wilayah badai Raymond. Setelah pingsan 27 jam, Tami menyadari kapal hancur dan Richard terluka parah. Dengan sisa harapan yang dimiliki, ia bertekad bisa mendarat selamat bersama pria yang dicintainya.
Jika menduga kisah ini terdengar heroik, romantis, dibumbui konflik tantangan menghadapi amukan alam, Anda benar. Jika menganggap semua berdasarkan kisah nyata, tunggu dulu. Sesungguhnya, faktanya lebih mengerikan dari yang ditampilkan film yang dipuji karena sinematografi yang apik. Juga, akting ciamik Shailene Woodley, yang pernah berperan dalam Snowden (2016), Allegiant (2016), Insurgent (2015), Divergent (2014) ini, serta akting meyakinkan Sam Claflin, yang pernah perani Me Before You (2016) dan Love, Rosie (2014).
Seberapa akurat? Ini fakta dan fantasinya!
Simak yang berikut agar tahu mana fakta, mana fantasi sineasnya!
1. Setelah pingsan 27 jam, Tami melihat kapal mereka hancur dan Richard terluka parah. Karakter Richard dipertahankan hidup, bahkan jadi motivasi Tami menemukan jalan kembali ke daratan. Fantasinya, jelang akhir cerita, Richard memang digambarkan telah tewas sejak awal, tapi bayangan pengandaian pria itu masih hidup jadi cara indah untuk menggambarkan Tami tetap bertahan selama 42 hari hingga mendarat ke Hilo, Hawaii.
Fakta sesungguhnya, saat badai Richard memaksa Tami turun di bawah dek dan menyelamatkan diri dengan tali pengaman. Tami mendengar teriakan Richard "Oh my God!," segalanya kemudian gelap karena kapal terbalik, dan ia terlempar ke dinding kabin. Saat 27 jam kemudian, Tami terbangun dan Richard tak terlihat lagi. Untuk selamanya…
"Paling sulit bagian Richard yang hilang," tutur Tami beberapa tahun kemudian setelah kejadian. “Serasa aku tak ingin hidup lagi karena tak tahu harus bagaimana. Aku tak akan pernah jatuh cinta lagi… "
2. Dalam film, sejumlah peralatan kapal masih bisa digunakan. Faktanya, semua hancur berserakan. Setengah kabin terisi air, tiang dan layar patah, sejumlah bagian kapal hanyut. Sistem navigasi dan perangkat radio yang bisa menunjukkan posisi darurat, rusak.
3. Setelah dirilis, film ini kemudian memunculkan wacana “mengapa Tami tak dibiarkan menyelamatkan diri sendiri”? Sebagian berpikir, jika James Franco diberi kesempatan a one-man show dalam 127 Hours (2010), mengapa tidak pada Woodley? Ini semua disadari oleh Tami pribadi. ”Aku menunggu 34 tahun ceritaku difilmkan. Banyak orang bilang betapa luar biasanya ceritaku, yang mendorongku menulis buku. Dari sini Adrift dibuat, dan suka caranya diceritakan. Film yang punya semuanya: cinta, petualangan, kelangsungan hidup, tragedi, dan harapan…"
Jadi ingin nonton kan?