Gal Gadot siap beraksi untuk Wonder Woman 2 dengan bayaran wow. Berapa diterimanya? Misterius!
Sukses mengantarkan Wonder Woman sebagai film laris tahun ini dengan meraih $813 juta secara global, Gal Gadot dan sutradara Patty Jenkins siap melaju dengan Wonder Woman 2.
Tak hanya sebagai film terlaris yang dibesut sutradara perempuan dan action hero terbesar tahun ini, Wonder Woman juga masuk daftar terlaris sepanjang masa nomor 65, peringkat yang kalahkan Fantastic Beasts and Where to Find Them (2016), Fast & Furious 6 (2016), Guardian of the Galaxy (2014), bahkan Star Wars (1977).
Setelah negosiasi alot untuk Wonder Woman 2, sutradara Patty Jenkins akan menerima bayaran sebagai sutradara dan penulis skenario antara $7 juta hingga $9 juta. Ini membuatnya jadi perempuan sutradara berbayaran terbesar sepanjang sejarah. Jenkins sebelumnya “hanya” menerima $1 juta. Masih misterius berapa Warner Bros akan membayar Gal Gadot, sang aktris utama yang juga Miss Isreal 2004 itu.
Keduanya kini disebut sebagai aset terbesar Hollywood, bahkan Gadot punya sebutan tambahan: ekspor terbesar Israel! Gadot, yang pernah jadi instruktur tempur di dinas kemiliteran Israel, tinggalkan negerinya setelah Hollywood menginginkannya berperan di Fast & Furious (2009) karena dinilai piawai memainkan senjata. Film laris itu kemudian diikuti sejumlah sekuelnya.
Gadot memerani Wonder Woman pertama kali dalam Batman v Superman: Dawn of Justice (2016) yang disutradarai Zack Snyder. Film laris ini akan diikuti sekuelnya yang dirilis November nanti, Justice League dengan sutradara sama.
Lalu, apa komentarnya dengan proyek sekuel yang segera diproduksi? “Senang sekali dengan karakter Diana Prince yang bermetamorfosa jadi Wonder Woman seperti kita kenal kini, seorang superhero Amerika!” ungkapnya dengan wajah sumringah.
Wonder Woman lebih dari sekadar peran utama
Wonder Woman dipuji memiliki sejumlah elemen hebat -- cerita, sinematografi, penyutradaraan -- dan tak dielakkan lagi karisma Gadot di depan kamera.
Memerani karakter utama dalam sebuah film waralaba, dengan tekanan “harus jadi top box-office,” bisa amat membebani siapa pun. “Jika seorang pemula, kau akan girang bukan kepalang mendapatkan pekerjaan ini,” kata Gadot.
Tapi Wonder Woman bukanlah peran utama biasa, dan adaptasi dari komik ke layar amat ditunggu kaum feminis. Itu macam para pria yang tak sabar menunggu superhero (pria, tentu saja!) dan sekuel-sekuelnya. Masalahnya, Wonder Woman punya catatan historis penting, melebihi simbolisme perempuan superhero.
Setelah dipastikan terpilih, Gadot segera membuka arsip Warner Bros. untuk mempelajari komik orisinal. Ia juga baru tahu Wonder Woman adalah gagasan William Marston, psikolog yang juga penemu alat pendeteksi kebohongan, yang hidup di lebih dari satu rumah tangga: Bersama isterinya (yang ia temui saat sekolah menengah), dengan pacarnya (yang pernah jadi muridnya), dan empat anaknya (dua perempuan, dua laki-laki). Kisah sang profesor kini juga siap ditonton lewat Professor Marston and the Wonder Woman, dengan Luke Evans sebagai si profesor, Rebecca Hall sebagai istrinya dan Bella Heathcote sebagai kekasihnya.
Uniknya, psikolog ini percaya perempuan tak hanya setara laki-laki, tapi dalam banyak hal superior. "Wonder Woman adalah propaganda psikologis untuk jenis perempuan baru yang kuyakini, menguasai dunia,” kata Gadot, mengutip buku karya Jill Lepore, The Secret History of Wonder Woman. Buku Lepore menyebutkan, di cerita pertama, Wonder Woman datang ke Amerika Serikat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, karena ini merupakan benteng pertahanan terakhir kesamaan hak-hak bagi perempuan.
Peran Wonder Woman juga membuat Gadot sering ditanyai hal yang sama. “Orang selalu bertanya padaku, ‘Apakah kau feminis?’ Dan aku tahu pertanyaan itu mengejutkan, karena kupikir, ‘Ya, tentu saja. Tiap perempuan, tiap orang harus menjadi feminis. Siapa pun yang tak feminis berarti seksis."
Wonder Woman, yang kini ditayangkan secara streaming di CATCHPLAY, berlatar tahun 1918, mengisahkan Princess Diana yang tumbuh di kawasan hutan Amazon. Sebuah pesawat yang dikendarai pilot Amerika bernama Steve Trevor (Chris Pine) terdampar di laut lepas dan diselamatkan Diana, sang pilot mengungkapkan dunia sedang dilanda Perang Dunia. Diana kemudian meninggalkan kampung halamannya demi mengakhiri konflik, dan dalam prosesnya menjadi Wonder Woman.
Seri keempat dalam DC Extended Universe berdasarkan skenario Allan Heinberg ini juga dibintangi Chris Pine, Robin Wright, Danny Huston, David Thewlis, Connie Nielsen dan Elena Anaya.
Film ini memicu keranjingan baru cerita dan karakter yang dimainkan Gadot itu. Banyak gadis cilik berkali-kali menonton film ini dan berpakaian ala Wonder Woman dan para perempuan dewasa mencoba membandingkan sementara pria takjub betapa Gadot mencerminkan keseksian dan keperkasaan seorang perempuan pada saat yang sama.
“Menolak” jadi Miss Universe
Gadot dan adik perempuannya tumbuh di Rosh Ha’ayin, sebuah kota kecil di Isreal Tengah, di mana ayah mereka bekerja sebagai insinyur dan ibu mereka seorang guru fisika. “Aku dulu gadis biasa. Tak suka nonton TV, suka bermain bola di luar rumah. Pada dasarnya akan anak baik, pelajar yang baik, dan tomboy. Aku selalu punya luka dan baretan di lutut,” ungkap Gadot.
Di masa remajanya, saat ditawari jadi model, ia merasa aneh, sehingga lebih memilih bekerja di Burger King. “Berpose dan kemudian dibayar? Nggak gue banget, deh!” katanya mengenang.
Beberapa bulan setelah ia lulus dari sekolah menengah dan mengikuti wajib militer di Angkatan Bersenjata Israel, ibunya mendaftarkannya di kontes Miss Israel dan menang. “Mereka akan terbangkan aku ke Eropa, dan aku akan cerita pada semua cucuku, Nenek pernah ikut Miss Israel. Aku tahu kalau menang aku jadi Miss Universe. Tapi gadis 18 tahun, itu seperti tanggung jawab amat besar,” katanya. Maka ia memutuskan untuk tak ambisius, berpura-pura tak bisa berbahasa Inggris, dan mengenakan hal-hal tak pas. “Dan aku pun kalah.”
Miss Universe adalah peluang masa lalu yang sengaja ia lewatkan. Tapi tidak dengan peran Wonder Woman, yang memenangkan hati berjuta orang!